Minggu, 26 Juli 2009

Pemanfaatan Hasil Sampingan Perkebunan Sebagai Pakan Tambahan Kambing Kacang Terhadap Karkas Serta Perbandingan Daging Dan Tulang Selama Penggemukkan

Pendahuluan

Sumatera utara sebagai salah satu wilayah yang memiliki areal perkebunan yang cukup luas merupakan daerah yang cocok untuk pengembangan pemanfaatan limbah perkebunan sebagai pakan tambahan untuk ternak. Berdasarkan data Perkebunan Sumatera Utara (1998), menyebutkan bahwa daerah yang mempunyai perkebunan paling luas adalah Kabupaten Deli Serdang yaitu seluas 61.550,43 Ha untuk perkebunan sawit, 20.370,90 Ha untuk perkebunan coklat dan 11.665,92 Ha perkebunan tebu. Kemudian diikuti daerah Langkat, Tapanuli Selatan, Simalungun, dan Labuhan Batu.

Luasnya lahan perkebunan yang ada dapat memberi ketersediaan limbah yang cukup sepanjang tahun bagi ternak ruminansia. Limbah perkebunan yang dapat dimanfaatkan dapat berupa daun dan pelepah sawit, bungkil inti sawit, lumpur sawit, kulit buah kakao dan kulit biji kakao.

Daun sawit memiliki kandungan serat kasar lebih tinggi yaitu 32.55% diikuti lumpur sawit sebesar 16%. Dan kandungan serat kasar terendah adalah bungkil inti sawit sebesar 10.50%. Sementara itu kandungan protein tertinggi adalah bungkil sawit 15.40% sedangkan lumpur sawit dan daun sawit sama yaitu13%. Akan tetapi kulit coklat memiliki kandungan serat kasar sebesar 33.10% dengan kandungan protein sekitar 5,16%. Kemampuan ternak ruminansia untuk mencerna serat kasar cukup tinggi menyebabkan limbah perkebunan ini tidak perlu diolah lebih lanjut.

Berdasarkan hal diatas perlu dilakukan penenlitian seberapa besar pemanfaatan lumpur sawit, bungkil sawit, daun dan pelepah sawit, kulit buah kakao dan kulit biji kakao terhadap bobot karkas, persentase karkas, bobot lemak serta perbandingan daging dan tulang kambing kacang selama penggemukkan.


Bahan dan Metode Penelitian

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian berlangsung selama 3 bulan.
Bahan dan Alat Penelitian
· Kambing kacang jantan lepas sapih sebanyak 18 ekor dengan kisaran bobot badan 12,4 + 1,22 kg.
· Perbandingan rumput lapangan dengan konsentrat 75% : 25%
· Konsentrat terdiri dari:
K1 = pakan konvensional yang terdiri dari dedak, bungkil kelapa, tepung jagung, molases, ultra
mineral, garam dan urea.
K2 = pakan hasil sampingan perkebunan sawit yang terdiri dari bungkil inti sawit, lumpur sawit,
daun dan pelepah sawit, molases, ultra mineral, garam dan urea.
K3 = pakan hasil perkebunan kakao yang terdiri dari kulit buah kakao, kulit biji kakao, tepung
jagung, molases, ultra mineral, garam dan urea.
· Obat-obatan seperti obat cacaing (Kalbazen), anti-bloat untuk obat kembung, tetramycin
(salep mata) dan vitamin.
· Peralatan yang terdiri dari kandang 18 unit beserta perlengkapanya, tempat makan dan
minum, timbangan, pisau, lastik dll.
Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 6 ulangan.
K1 = pakan konvensional
K2 = Pakan hasil sampingan perkebunan sawit
K3 = Pakan hasil sampingan perkebunan coklat

Parameter yang diamati

a. Bobot karkas; yaitu bobot yang diperoleh dari selisih bobot tubuh setelah dipuasakan (bobot
potong) dengan bobot darah, kepala, kaki, kulit, organ tubuh bagian dalam (selain ginjal), alat
reproduksi dan ekor.
b. Persentase karkas; yaitu bobot karkas segar dibagi dengan bobot tubuh kosong dikali seratus
persen. Bobot tubuh kosong adalah bobot potong dikurangi isi saluran pencernaan.
c. Bobot lemak; bobot yang diperoleh dari lemak sub kutan, lemak inter muskuler, serta lemak
ginjal dan pelvis.
d. Perbandingan antara daging dan tulang; perbandingan daging dan tulang diperoleh dari
karkas yang telah dibuang lemaknya kemudian dibandingkan antara daging dan tulangnya
dalam persen.

Hasil dan Pembahasan


Bobot karkas

Dari hasil analisis keragaman memperlihatkan bahwa, pemberian pakan konvensional, pakan hasil sampingan perkebunan sawit, pakan hasil sampingan perkebunan kakao tidak berpengaruh nyata (P > 0.05) terhadap bobot karkas. Ini berarti bahwa dengan pemberian ke tiga konsentrat tersebut menghasilkan bobot karkas yang sama, walaupun secara angka bobot karkas antar perlakuan berbeda namun tidak nyata. Hal ini disebabkan oleh nilai nutrisi yang terkandung dari masing-masing perlakuan tidak jauh berbeda terutama pada kandungan protein.

Tidak terdapatnya perbedaan yang nyata dari ketiga perlakuan, juga disebabkan karena bobot potong yang tidak nyata pula. Hal ini didukung oleh pendapat Herman (1993) yang menyatakan bahwa semakin tinggi bobot potong yang diperoleh, maka semakin tinggi bobot karkas, persentase karkas dan bobot lemak yang didapat.

Persentase karkas

Dari hasil analisis keragaman diatas, dapat dilihat bahwa pemberian konsentrat konvensional, pakan hasil sampingan perkebunan kelapa sawit dan pakan hasil sampingan perkebunan kakao tidak berpengaruh nyata ( P > 0.05 ) terhadap persentase karkas kambing kacang jantan. Faktor yang menyebabkan tidak nyatanya persentase karkas tersebut adalah adanya hubungan antara pakan yang dikonsumsi dengan persentase karkas yang diperoleh. Hal ini sesuai dengan pendapat Devendra (1977) yang menyatakan persentase karkas yang diperoleh dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi ternak.

Selain itu, bobot potong juga mempengaruhi persentase karkas, dimana bobot potong dari penelitian ini tidak berbeda nyata antar perlakuan. Moran (1997) disitasi Agus (1998) menyatakan persentase karkas merupakan faktor penting untuk menilai produksi ternak pedaging, karena sangat erat hubungannya dengan bobot hidup dimana semakin bertambah bobot hidupnya maka produksi karkas meningkat.

Lemak

Berdasarkan analisis keragaman diperoleh hasil bahwa pemberian konsentrat konvensional, pakan hasil sampingan perkebunan kelapa sawit dan pakan hasil sampingan perkebunan kakao tidak berpengaruh nyata ( P > 0.05 ) terhadap bobot lemak subkutan, bobot lemak intramuskuler dan bobot lemak ginjal + pelvik. Hasil yang tidak nyata disebabkan oleh bobot potong yang tidak nyata pula. Hal ini sesuai dengan pendapat Herman (1993) yang menyatakan bahwa semakin tinggi bobot potong yang diperoleh, maka semakin tinggi bobot karkas, persentase karkas dan bobot lemak yang didapat.

Perbandingan Daging dan Tulang

Hasil analisis keragamam memperlihatkan bahwa pemberian konsentrat konvensional, pakan hasil sampingan perkebunan kelapa sawit dan pakan hasil sampingan perkebunan kakao tidak berpengaruh nyata ( P > 0.05 ) terhadap perbandingan daging dan tulang. Hal ini dapat disebabkan pengaruh bobot potong serta petambahan bobot badan yang tidak nyata selama penelitian. Persentase daging perlakuan yang diperoleh selama penelitian berkisar 64.8 - 65.6%. Hasil ini lebih tinggi dibanding hasil yang diperoleh Herman (1984) yaitu 60%.

Kesimpulan
Pemberian konsentrat konvensional, pakan hasil sampingan perkebunan kelapa sawit dan pakan hasil sampingan perkebunan kakao memberi hasil yang sama pada bobot karkas, persentase karkas, bobot lemak serta perbandingan daging dan tulang kambing kacang selama penggemukkan.
sumber:
Hasnudi, Yunilas dan Freddy Marbun. 2006. Pemanfaatan Hasil Sampingan Perkebunan Sebagai Pakan Tambahan Kambing Kacang Terhadap Karkas Serta Perbandingan Daging Dan Tulang Selama Penggemukan. Jurnal Agribisnis Peternakan FP USU. Medan Vol. 2 N0. 2 Agustus 2006. hal. 49 – 55.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15163/1/agp-agu2005-1.pdf 

CLOSED HOUSE DI DAERAH TROPIS

Iklim tropis seperti di Indonesia memiliki tingkat kelembaban yang tinggi memunclkan varian modifikasi closed house. Temperatur dan kelembaban di daerah tropis karakternya berlawanan. Kalau dibuat grapiknya akan membuat kurva yang berkebalikan. Dari pagi sampai sore, temperatur akan membuat kurva dengan puncak pada siang hari, sementara kelembaban, dalam kurun waktu yang sama, akan membuat kurva dengan lembah (kelembababan rendah) pada siang hari. Dalam prakteknya, kipas dan cooling system dihidupkan diaat-saat kritis saja.

Sistem closed house pada awalnya diterapkan di daerah yang memiliki empat musim (sub tropis). Tapi pada daerah tropis yang memiliki dua musim, dari sejumlah penelitian dan pengalaman, penerapan sistem closed house juga memberi pengaruh yang efektif dalam mengatur kondisi lingkungan yang dibutuhkan ayam.

Tipe ventilasi yang cocok untuk iklim tropis adalah sistem tunnel. Sistem ini mengabdosi aliran udara di terowongan (tunnel) dimana udara dihisap dari satu ujung sehingga masuk dari ujung lainnya. Cara ini memungkinkan exchange rate rendah, maksudnya pertukaran udara terjadi sangat cepat dan kecepatan angin dalam terowongan dapat dirancang agar tercipta chiling effect (efek sejuk) yang optimum untuk ayam.
Sistem ventilasi pada closed house di iklim tropis harus mampu menghasilkan pergantian udara segar yang cepat, chiling effect dan coolling effect – kalau chiling effect tidak bisa mencapai iklim yang diinginkan. Disamping itu saat membangun kandang tertutup sebaiknya mulai memperhatikan masalah atap. Ini penting, untuk iklim tropis seperti di Indonesia karena atap adalah pelindung pertama dari terik matahari, penggunaan atap asal-asalan membuat iklim ideal yang diharapkan tidak tercapai. Biasanya udara panas mengenai atap mencapai 60 0C. Panas setinggi ini harus dipantulkan kembali agar tidak menganggu ayam. Untuk itu diperlukan materi pelapis, biasa disebut insulation yang mampu menolak sebagian besar panas.


Atap yang semakin efektif memantulkan panas akan memberi hasil yang signifikan menurunkan tingkat kematian dan menghemat energi akibat penggunaan kipas dan cooling system. Salah satu jenis logam yang menekan fluktuasi suhu udara akibat panas sinar matahari adalah aluminium. Sehingga penggunaan atap berbahan dari aluminium sangat cocok diterapkan di daerah tropis.


Penggunaan material logam aluminium oleh sejumlah perusahaan penyedia peralatan closed house juga divariasikan dengan bahan lain seperti buble dan plastik. Secara umum bahan aluminium dan buble biasanya digunakan untuk breeding farm sedangkan aluminium plus plastik untuk komersial farm.

Selain berfungsi memantukan panas, lapisan ini efektif menyimpan energi panas. Ebagaimana diketahui di daerah tropis, gap temperatur udara pada malam dan siang hari cukup jauh. Dengan memasang bahan lain maka energi panas matahari akan tersimpan baik sekaligus sebagai balancing suhu.
sumber acuan: majalah Poultry Indonesia