Perkebunan kelapa sawit merupakan tanaman tropik yang penting dan berkembang pesat di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Luas perkebunan sawit di Indonesia mencapai 4.686.000 ha dengan produksi 5.456.700 ton pada tahun 2004 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2004). Jumlah ini akan terus meningkat dengan bertambahnya permintaan dunia, akan minyak sawit (CPO).
Produksi tandan buah segar (TBS) akan makin bertambah pada masa mendatang seiring dengan makin luasnya area perkebunan kelapa sawit yang berproduksi. Menurut Aritonang (1986), produksi tandan buah segar kelapa sawit per hektar per tahun sebesar 12,60 - 27,00 ton, bungkil inti sawit sebesar 0,30 – 0,60 dan lumpur minyak sawit sebesar 0,60 - 1,40.
Tanaman kelapa sawit menghasilkan 3 jenis limbah utama yang dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak yaitu pelepah daun kelapa sawit, lumpur minyak sawit dan bungkil inti sawit. Limbah ini cukup berlimpah sepanjang tahun, namun penggunaannya sebagai ransum ternak belum maksimal, apalagi pada peternakan rakyat.
Pelepah daun kelapa sawit merupakan hasil sampingan dari pemanenan buah kelapa sawit. Bila dilihat dari segi ketersediaannya maka pelepah dan daun kelapa sawit sangat potensial digunakan sebagai pakan ternak. Sesuai pernyataan Devendra (1990), siklus pemangkasan setiap 14 hari, tiap pemangkasan sekitar 3 pelepah daun dengan berat 1 pelepah mencapai 10 kg. Satu ha lahan ditanami sekitar 148 pohon sehingga setiap 14 hari akan dihasilkan + 4.440 kg atau 8.880 kg/bulan/ha. Kandungan bahan kering dari pelepah daun sawit sebesar 35% sehingga jumlah bahan kering pelepah sawit/bulan/ha sebesar 3.108 kg.
Hasil analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi Makanan Ternak, Departemen Peternakan FP USU (2000), pelepah daun kelapa sawit mengandung 6,50% protein kasar, 32,55% serat kasar, 4,47% lemak kasar, 93,4 bahan kering dan 56,00% TDN. Hasil analisis memperlihatkan bahwa kandungan protein kasar pelepah daun kelapa sawit cukup rendah yaitu sebesar 6,5 % dengan serat kasar yang cukup tinggi sebesar 32,55%. Kandungan serat kasar yang cukup tinggi akan mempengaruhi kecernaan bahan pakan pada ternak.
Menurut Hassan dan Ishida (1992), dari daun kelapa sawit didapat hijauan segar yang dapat diberikan langsung ke ternak baik yang berbentuk segar maupun yang telah diawetkan seperti dengan melakukan silase maupun amoniasi. Perlakuan dengan silase memberi keuntungan, karena lebih aman dan dapat memberi nilai nutrisi yang lebih baik dan sekaligus memanfaatkan limbah pertanian. Keuntungan lain dengan perlakuan silase ini adalah pengerjaannya mudah dan dapat meningkatkan kualitas dari bahan yang disilase. Jafar dan Hassan (1990) menyatakan, pelepah daun kelapa sawit dapat diproses dalam bentuk pellet dan diawetkan dalam bentuk silase.
Dari analisa kimia dinyatakan bahwa daun kelapa sawit tersusun dari 70 % serat dan 22% karbohidarat yang dapat larut dalam bahan kering. Ini menunjukkan bahwa daun kelapa sawit dapat diawetkan sebagai silase dan telah diindikasikan bahwa kecernaan bahan kering akan bertambah 45% dari hasil silase daun kelapa sawit (Ishida dan Hassan, 1992).
Daftar acuan:
Aritonang, D. 1986. Perkebunan Kelapa Sawit Sebagai Sumber Pakan Ternak Di Indonesia. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pertanian V(4): 93−99.
Devendra,C. 1990. Roughage Resources for Feeding in The Asean Region, The First Asean Workshop on Technology of Animal Feed Production Utility Food Waste Material.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2004. Statistik Perkebunan Kelapa Sawit dan Coklat Indonesia. Jakarta.
Ishida, M. And Hassan 1992. Effect Of Urea Treatmeant Level On Nutritive Value Of Oil Palm Fronds Silage In Kedah Kelantan Bulls, Animal Science Congress, Bangkok, Thailand.
Jafar, M.D. Dan Hasan. 1990. Optimum Steaming Condition Of Oil Palm Press Fiber For Feed Utilization Processing And Utilition Of Oil Palm By Product For Ruminant, Mardi-Tarc Collaborative Study, Malaysia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar