Produksi kakao di Indonesia cenderung meningkat seiring dengan program pemerintah dalam pengembangan tanaman kakao. Selama lima tahun terakhir ini produksi kakao terus meningkat sebesar 7,14% pertahun atau 49.200 ton pada tahaun 2004 (Baharuddin, 2007). Jika proporsi limbah mencapai 74 % dari produksi, maka limbah kulit buah kakao mencapai 36.408 ton per tahun. Hal ini merupakan suatu potensi yang sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak.
Kulit buah kakao merupakan hasil samping dari pemprosesan biji coklat dan merupakan salah satu limbah dari hasil panen yang sangat potensial untuk dijadikan salah satu bahan pakan ternak. Kulit buah kakao dapat menggantikan sumber-sumber energi dalam ransum tanpa mempengaruhi kondisi ternak (Smith dan Adegbola, 1982).
Limbah kulit buah kakao ini memiliki peranan yang cukup penting dan berpotensi dalam penyediaan pakan ternak ruminansia khususnya kambing, terutama pada musim kemarau. Kulit buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dalam bentuk segar maupun dalam bentuk tepung yang telah diolah. kandungan gizi Kulit buah kakao (Shel food husk) terdiri dari 88 % BK, 8 % PK, 40 % SK, 50,8 % TDN, dan penggunaannya oleh ternak ruminansia 30-40 % (Sunanto,1994).
Hasil penelitian menunjukkan kulit buah kakao segar yang dikeringkan dengan sinar matahari kemudian dicincang dan selanjutnya dapat digunakan sebagai pakan ternak (Baharuddin, 2007). Namun, pemberian limbah kulit buah kakao secara langsung pada ternak justru akan menurunkan berat badan ternak, sebab kadar protein kulit buah kakao rendah, sedangkan kadar lignin dan selulosanya tinggi. Oleh karena itu sebaiknya sebelum digunakan sebagai pakan ternak perlu difermentasikan terlebih dahulu untuk menurunkan kadar lignin yang sulit dicerna oleh hewan dan untuk meningkatkan nilai nutrisi yang baik tapi ada batasan konsentrasi penggunaannya karena mengandung seyawa anti nutrisi theobromin.
Kulit buah kakao mengandung alkaloid theobromin (3,7 – dimethylxantine) yang merupakan factor pembatas pada pemakaian limbah kakao sebagai pakan ternak. Smith dan Adegbola (1982) menyatakan kandungan nutrisi kulit buah kakao: Bahan kering 84,00 – 90,00, Protein kasar 6,00 – 10,00, Lemak 0,50 – 1,50, Serat kasar 19,00 – 28,00, Abu 10,00 – 13,80 dan BETN 50,00 – 55,60 sedangkan Amirroenas (1990) menyatakan kandungan bahan kering 91,33, protein kasar 6,00, lemak 0,90, serat kasar 40,33 abu 14,80 BETN 34,26 dan Roesmanto (1991) bahwa bahan kering 90,40, protein kasar 6,00, lemak 0,90 serat kasar 31,50, abu 16,40, Kalsium 0,67 dan Pospor 0,10.
Kandungan Theobromin (%) pada Bagian-Bagian Buah Kakao yaitu kulit buah 0,17 - 0,20; kulit biji 1,80 – 2,10 dan biji 1,90 – 2,0 (Wong, dkk 1988). Rantan (2004) menyatakan bahwa limbah kakao dapat digunakan sebagai pakan ruminansia, cocok sebagai pakan tambahan protein pada pakan basal karena mengandung protein kasar tinggi 14-22%, serat kasar relatif rendah (13-26%) tetapi mengandung lemak tinggi (3 – 9%) yang kurang baik bagi proses pencernaan (Abdulsamin dan tangendjaja (1989), Mahyudin dan Bakri (1992), Haryati dan Sutikno (1994), Oba dan Allien (2000).
Limbah kakao (kulit dan plasenta) mengandung serat, protein, lemak serta sejumlah asam organik dan berpotensi menjadi bahan pakan ternak kambing. Agar dapat diberikan dalam jumlah yang optimal maka kulit buah kakao perlu diolah terlebih dahulu sebelum diberikan pada ternak. Sianipar (2007) menyatakan, penggolahan limbah kulit buah kakao sebagai silase dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan protein, juga dapat disimpan relatif lama (2 – 3 bulan) dan penggunaan optimal sebesar 20% bahan kering dalam ransum atau sebesar 60% dalam pakan penguat sebagai pakan kambing lokal sedang tumbuh.
Limbah dari kulit buah kakao dapat dibuat pakan ternak dengan kandungan nilai gizi tinggi melalui proses fermentasi. Berdasarkan hasil penelitian BPTP Bali, anak kambing PE yang hanya diberikan hijauan, pertumbuhannya rata-rata 65 gram/ekor/hari. Namun bila diberi konsentrat dari limbah kakao terfermentasi dengan dosis yang sama memberikan pertumbuhan 115-120 gram/ekor/hari.
Daftar acuan:
1.Baharuddin, W. 2007. Mengelola Kulit Buah Kakao Menjadi Bahan Pakan Ternak. http://DisnakSulsel.Info/
2. Haryati,T dan A.I. Sutikno. 1994. Peningkatan Kulit Buah Kakao melalui Bioproses dengan Beberapa Jenis Kapang. Jurnal Ilmu dan Peternakan V8(1);34-37