Yunilas, Zulfikar Siregar dan Noven Wenthy NS (2007). Pengaruh suplementasi mineral (Na, Ca, P, Cl) dalam ransum terhadap produksi telur puyuh (Cortunix-cortunix japonica). Dalam: Jurnal Agribisnis Peternakan FP USU. Medan Vol. 3 N0. 2 Agustus 2007. hal. 61 – 65.
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh suplementasi mineral (Na, Ca, P, Cl) dalam ransum terhadap konsumsi ransum, konversi ransum, produksi telur puyuh (Cortunix-cortunix japonica). Rancangan yang digunakan adalah rancangan acaklengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 3 ekor puyuh betina sehingga jumlah keseluruhan 60 ekor. Perlakuan terdiri dari R0 = Kontrol (pakan produksi Charoen Pokhpand Indonesia), R1 = R0 + 37,5 g Ca + 0.00035 g Na, R2 = R0 + 75 g Ca + 0.00070 g Na, R3 = R0 + 10 g P + 0.00015 g Cl dan R4 = R0 + 20 g P + 0.00030 g Cl. Parameter yang diamati meliputi konsumsi ransum, konversi ransum, dan produksi telur. Berdasarkan analisis keragaman diperoleh hasil bahwa suplementasi mineral (Na, Ca, P, Cl) dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap konsumsi ransum, konversi ransum, produksi telur puyuh (Cortunix-cortunix japonica). Walaupun suplementasi mineral (Na, Ca, P, Cl) dalam ransum memberi hasil tidak berbeda nyata, namun pada perlakuan R2 (R0 + 75 g Ca + 0.00070 g Na) menunjukan hasil lebih baik dari pada perlakuan lainnya yaitu produksi telur cenderung meningkat dan konversi ransum cenderung menurun.
Kata kunci: suplementasi mineral, produksi telur, puyuh
Pendahuluan
Puyuh merupakan salah satu komoditi unggas yang semakin populer di masyarakat. Hal ini terbukti dengan banyaknya masyarakat yang berminat untuk memelihara puyuh dan meningkatnya masyarakat yang mengkonsumsi produk-produk yang dihasilkan dari ternak puyuh karena dinilai memiliki kandungan protein yang tinggi, terutama telur yang merupakan produk utama dari puyuh.Secara garis besar yang mempengaruhi produksi telur adalah faktor genetik, pakan, kualitas ransum, konsumsi ransum, keadaan kandang, temperatur, penyakit dan stress (Yasin, 1988). Rasyaf (1995) juga mengemukakan bahwa faktor ransum sangat perlu diperhatikan terutama zat-zat yang terkandung dalam ransum yang diberikan karena dapat mempengaruhi produksi telur.
Kenyataannya dalam penyusunan ransum yang sering diperhatikan adalah kandungan energi dan proteinnya. Selain energi dan protein kandungan mineral dalam ransum juga perlu diperhatikan. Aggorodi (1985) menyatakan bahwa mineral ebagai zat makanan diperlukan tubuh sama halnya seperti asam amino, energi, vitamin, asam lemak. Mineral digunakan untuk propses metabolisme dalam tubuh. Defisiesi suatu mineral jarang menyebabkan kematian tetapi berpengaruh langsung terhadap kesehatan ternak dan berdampak pada penurunan produksi telur sehingga dapat menyebabkan kerugian besar. Salah satu upaya yang diusahakan adalah dengan suplementasi mineral makro, mineral mikro dan mineral langka dalam ransum.
Mineral makro seperti Ca, P, K, Cl, S, Na, dan Mg dan mineral mikro seperti Fe, I, Zn, Cu, Mn, Co, Se dan Mo diperlukan oleh ternak dalam jumlah cukup. Kekurangan mineral dalam ransum dapat berpengaruh pada pertumbuhan puyuh, penurunan produksi telur dan kanibalisme yang dapat menurunkan produksi secara keseluruhan (McDonald, et al., 1995).
Tillman (1991) menyatakan bahwa absorpsi diantara zat-zat mineral pada kenyataaanya terjadi persaingan. Suplementasi beberapa mineral serigkali menganggu penyerapan mineral lainnya, sebagai contoh siplementasi Ca yang berlebihan di dalam ransum dapat menekan absorpsi mineral zinkum (Zn) padahal Zn berperan besar dalam proses metabolisme tubuh, sistem tubuh dan defisiensi Zn dapat mengakibatkan gangguan pada pemasakkan gonad pada proses reproduksi seperti pembentukan telur.
Natrium adalah merupakan kation utama air laut maupun cairan ekstrasellulae. Hewan yang mendapat ransum yang defisiensi natrium, tidak hanya terganggu pertumbuhannnya, tetapi tulang-tulangnya menjadi lunak, kornea bertanduk, perubahan dalam funsi selullar dan penurunan dalam isi cairan plasma. Pada unggas defisiensi natrium mengakibatkan produksi telur menurun, pertumbuan terhambat dan kanibalisme (Anggorodi, 1995). Wahyu (1997) menambahkan bahwa defisiensi natrium dapat mengurangi penggunaan protein dan energi, menghambat daya reproduksi serta menyebabkan diare dan pengeluaran urin yang banyak sebagai akibat kerusakan ginjal dan adrenal.
Kriteria kecukupan kalsium pada ayam petelur terlihat pada produksi telur, pemanfaatan bahan pakan, kualitas kulit telur dan keadaan dari cadangan kalsium dalam tulang (Georgievskii, et al, 1982). Ca dan P juga sangat berperan bagi pembentukkan tulang-tulang pada puyuh sedang bertumbuh dan berperan pada pembentukkan kulit telur puuh yang sedang berproduksi (Rasyaf, 1984).
Klor merupakan bagian sekresi lambung. Peranan utama klor adalah pengontrol keseimbangan asam dan basa dan mengatur tekanan osmotik. Sejumlah kecil klor disimpan dalam kulit dan jaringan-jaringan bawah kulit. Defisiensi klor pada unggas memperlihatkan gejala-gejala laju pertumbuhan terganggu yang disebabkan nafsu makan berkurang, kematian tinggi, dehidrasi dan kadar klor darah yang menurun (Anggorodi, 1985).
Secara ideal suplementasi mineral harus dilakukan jika kebutuhan mineral untuk ternak tidak terpenuhi dari pakan yang diberikan. Untuk melakukan suplementasi mineral diperlukan pengetahuan mengenai komposisi mineral dari bahan-bahan ransum yang digunakan. Dalam prakteknya, suplementasi mineral dilakukan secara rutinpada ransum yang disusun oleh peternak sendiri maupun secara komersil (pabrik pakan ternak) sebagai jaminan atau untuk antisifasi terhadap berkurangnya ketersedianan mineral dalam ransum (McDowell, 1992).
Bahan dan Metode Penelitian
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jl. Prof. Dr. A. Sofyan No. 3 Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara selama 8 minggu.
Bahan dan Alat Penelitian
•Burung puyuh betina umur 6 minggu sebanyak 60 ekor.
•Ransum komersil dari PT. Charoen Pokhpand Indonesia.
•Na2CO3, CaCO 3, (NH4)3PO4, NH4Cl sebagai bahan mineral yang akan diteliti.
•Vitamin dan antibiotik seperti Puyuh-Vit dan Ciami
•Vaksin ND
•Formalin untuk fumigasi
•Rodalon untuk densifektan
•Peralatan yang terdiri dari kandang 20 unit ( 60 x 40 x 20 cm/unit), tempat makan dan minum, lampu, timbangan, termometer, hand sprayer.
Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan.
Perlakuan yang diteliti adalah:
R0 = Kontrol (pakan produksi Charoen Pokhpand Indonesia),
R1 = R0 + 37,5 g Ca + 0.00035 g Na
R2 = R0 + 75,0 g Ca + 0.00070 g Na
R3 = R0 + 10,0 g P + 0.00015 g Cl
R4 = R0 + 20,0 g P + 0.00030 g Cl
Parameter yang diamati
a.Konsumsi ransum (g / ekor / mgg)
Konsumsi ansum dihitung dari jumlah ransum yang diberikan ( gram ) dikurangi dengan sisa ransum
selama seminggu.
b.Produksi telur (%)
Produksi telur dihitung dari perbandingan jumlah telur yang dihasilkan dalam satu minggu dengan
jumlah puyuh betina yang ada dikali seratus persen.
c.Berat Telur (g)
Berat telur ditimbang setiap hari dari perbandingan jumlah seluruh berat telur dengan jumlah
telur/ploat.
d.Konversi Ransum
Konversi ransum dihitung berdasarkan perbandingan konsumsi ransum dengan berat telur yang
dihasilkan selama seminggu.
Hasil Penelitian
Pengaruh suplementasi mineral (Na, Ca, P, Cl) dalam ransum terhadap produksi telur puyuh (Cortunix-cortunix japonica) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh suplementasi mineral (Na, Ca, P, Cl) dalam ransum terhadap produksi telur puyuh
(Cortunix-cortunix japonica)
Perlakuan Konsumsi(g/ekor/mgg) Prod.Telur (%) Berat Telur (gram) Konversi Ransum
R0 176.28 tn 55.10 tn 10.12 tn 1.60 tn
R1 173.46 tn 59.69 tn 9.96 tn 1.58 tn
R2 171.80 tn 67.35 tn 10.02 tn 1.25 tn
R3 170.16 tn 64.46 tn 10.03 tn 1.39 tn
R4 170.69 tn 63.44 tn 10.34 tn 1.29 tn